Menyusul keputusan yang menguntungkan Filipina terlait sengketa China – Filipina yang semakin memanas terkait perselisihan klaim atas Kepulauan Spratly, Xeneta yang berbasis di Oslo, Norwegia, mengatakan bahwa keputusan tersebut kemungkinan bisa membawa dampak lebih luas terhadap biaya angkutan laut dengan kontener, mengingat sekitar 70% pengriman perdagangan dunia melewati Laut China Selatan.

Keputusan tersebut, yang dikeluarkan oleh the Permanent Court of Arbitration in The Hague, yang menguntungkan Filipina, dan juga negara-negara lain seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.

Namun, terkait tanggapan China, efek dari keputusan tersebut dapat saja dirasakan di Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika mengingat secara kasar 4,5 triliyun Dollar AS perdagangan yang diangkut lewat laut melalui perairan tersebut tiap tahunnya. Xeneta menambahkan bahwa “keputusan tersebut berpotensi menimbulkan efek yang mengkhawatirkan bagi perdagangan dunia.”

Analis Amerika dan ASEAN mengkhawatirkan bahwa China dapat saja mengumumkan pemberlakuan zona identifikasi pertahanan udara di atas keseluruhanLaut Cina Selatan atau bahkan mengklaim Scarborough Shoal yang disengketakan, yang keduanya akan menyebabkan krisis terkait kebebasan navigasi.

“Pelarangan atau pengekangan pelayaran di Laut China Selatan merupakan kemunduran besar bagi dunia yang sedang berjuang memulihkan ekonominya, “ kata Xeneta.

Sengketa Laut China Selatan berawal pada tahun 2013 ketika, setelah serangkaian pertikaian dengan China mengenai sengketa Scarborough Shoal di lepas pantai Filipina, Manila membawa keluhannya ke the Permanent Court of Arbitration. Manila menentang klaim jauh China ke Laut China Selatan, menyanggah bahwa argumentasi Beijing mangenai gugusan karang, atol, dan batu memenuhi syarat sebagai kepulauan, dan berpendapat bahwa taktik kasar Beijing tersebut mengabaikan prinsip aturan hukum. **

Diolah dari http://worldmaritimenews.com/archives/197104/xeneta-will-south-china-sea-ruling-affect-world-trade/