Jakarta, bkinews – Beberapa waktu yang lalu, Biro Klasifikasi Indonesia atau BKI memberikan workshop tentang Internasional Ship and Port Facility Security Code (ISPS Code) yang diadakan di Puncak Bogor (8 s.d 10 September 2015). Model workshop yang diberikan BKI kepada stakeholder maritim: personil pelayaran dan pelabuhan itu berupa mengikuti kursus selama dua hari, kemudian ujian satu hari. Apa saja yang diberikan dalam pelatihan tersebut dan output apa yang ingin didapatkan peserta workshop.

“Yang pertama adalah workshop ini khusus mendidik personil dunia pelayaran dan pelabuhan untuk menerapkan ketentuan internasional tentang keamanan kapal dan pelabuhan (ISPS Code) dan mereka dididik bagaimana menjadi internal auditor yang profesional”, ujar Corporate Communication BKI, Sjaifuddin Thahir, di Jakarta (15/9/2015).

Ia menambahkan bahwa biasanya internal auditor ini, untuk yang personil kapal yang mana mereka bertugas berada di bawah CSO atau Company Security Officer. “Kalau untuk stakeholder pelabuhan adalah personil yang bertugas berada di bawah PFSO (Port Fasility Security Officer)” tuturnya.

Dikatakan Sjaifuddin Thahir personil tersebut kemudian diberikan materi workshop mengenai persyaratan ISPS code itu apa saja. Apa yang diwajibkan (mandatory) dan apa saja yang recommended. Kemudian mereka dididik untuk dapat melakukan assesment (security assesment) terhadap kapal dan pelabuhan.

“Selanjutnya yang kedua adalah personil ini dididik bagaimana dalam proses pembuatan ship securiy plan (SSP) atau port fasility security plan (PFSP)”, tuturnya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam hal ini (SSP/PFSP) mereka dididik bagaimana berkomunikasi/berhubungan dengan pihak pihak terkait, siapa itu, misalnya dengan Gamat (penjagaan dan keselamatan) atau KPLP. Mereka dididik bagaimana berhubungan dengan pelabuhan, bagaimana pelabuhan berhubungan dengan kapal. Kemudian bagaimana proses sertifikasi ISPS Code sampai mereka mendapatkan sertifikat sementara dan permanen. Dan bagaimana proses audit yang benar sesuai ISPS Code.

Apa saja yang di audit?

Dikatakan Sjaifuddin Thahir, nantinya yang akan diaudit oleh personil pelayaran atau pelabuhan yaitu peralatan wajib yang harus ada di atas kapal, diantaranya yaitu Ship security Albert system (SSAS) atau sistem pemancar keadaan darurat dan automatic information sistem (AIS) sehingga dapat diketahui kapal mana saja yang sudah complay.

“Mereka mencek berkas test recordnya saja terkait SSAS dan AIS, kemudian juga mencek apakah catatan dan dokumen kapal tersimpan dan mudah di audit, bahwa peralatan itu sudah complay, kalau gak ada itu di kapal, bahaya”, lanjutnya.

Ia menambahkan bukti kedua peralatan tersebut ada di atas kapal adalah adanya sertifikat ISSC atau internasional Ship Security Certificate yang berlaku 5 tahun. Adapun terkait tes peralatan sekali setahun (kalibrasi) dan pemeriksaan peralatan itu dilakukan secara initial (tahun pertama), intermediate (tahun keuda/ketiga), dan renewal (tahun kelima).

Apabila tidak ditemukan berkas sesuai ketentuan yang berlaku maka peralatan tersebut beserta dokumennya diberikan catatan khusus dikenal dengan NonConformity (NC). Setiap NC harus ditutup/diperbaiki sesegara mungkin, biasanya paling kurang tiga bulan, maka ISSC dianggap ‘mati’, jika lebih dari tiga bulan)

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa suatu keadaan dinyatakan aman atau tidak dibagi atas tiga security level. Security Level ada tiga : Pertama level aman (security level 1) ini aman atau dalam keadaan normal. Security level 1 ini juga berarti tingkat dimana langkah-langkah perlindungan pengamanan yang diambil bersifat minimum dan sesuai, namun harus terus dipertahankan sepanjang waktu.

Level dua, ada tendensi ancaman atau berpotensi adanya acaman, berarti tingkat dimana diperlukan tambahan upaya perlindungan pengamanan yang harus dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu, sebagai akibat dari ditingkatkannya risiko yang mungkin terjadi dari insiden keamanan.

Level tiga berarti tingkat dimana diperlukan suatu langkah perlindungan keamanan  khusus yang harus dipertahankan untuk suatu jangka waktu yang terbatas ,ketika kemungkinan besar ancaman atau adanya ancaman segera (imminent), sekalipun belum dapat mengidentifikasi sasaran dengan  jelas. Dan dipastikan ada ancaman, dan akan mengganggu operasional dan keamanaan di kapal.

Sjaifuddin Thahir juga mengatakan peserta workshop sangat antusias, keinginan untuk lebih tahu tinggi sekali. Banyak pertanyaan yang ditanyakan.

“Mereka akan mendapatkan sertifikat setelah dinyatakan lulus oleh direktur utama BKI dan sertifikat berlaku selamanya, jikalau ada peraturan update, lalu diratifikasi oleh pemerintah RI, maka akan ada Training kembali”, pungkasnya.

 

Tentang ISPS Code :

Maritime Safety Committee ( MSC) dari Internasional Maritime Organization atau IMO, pada November 2001, bersama dengan Maritime Security Working Group sejak sesi ke 22 dari Assembly ( Majelis) mengadopsi resolusi A.924(22). Resolusi tersebut tiada lain adalah guna melakukan tinjauan ulang segala hal tindakan dan prosedur guna mencegah adanya kemungkinan aksi teroris yang mengancam keamanan para penumpang dan awak kapal beserta keselamatan kapal. Kemudian diadakan Konferensi Negara Anggota di London pada tanggal 9-13 Desember 2002 (yang mana lalu dikenal dengan Konferensi Diplomatik masalah Keamanan Maritim), dan menyepakati dengan suara bulat bahwa pentingnya mengadopsi salah satu resolusi untuk memasukkan ISPS Code ke dalam Konvensi Internasional SOLAS 1974 (Internasional Convention Safety Of Life At Sea 1974). Resolusi yang lain juga termasuk perlunya amandemen terhadap Bab V dan Bab  XI dari SOLAS yang mana sejalan dengan Code baru tersebut, direncanakan berlaku efektif 1 Juli 2004.

Terkait SOLAS Bab V, yang awalnya memuat tentang Keselamatan Navigasi Pelayaran/Kapal , kemudian ditambahkan percepatan pelaksanaan AIS ( Automatic Identification System) beserta persyaratannya. Sedangkan Bab XI kemudian dibagi menjadi 2 bagian yaitu Bab XI-1 yang berisi ketentuan yang pada intinya mencakup upaya-upaya khusus untuk meningkatkan Keselamatan Maritim seperti;  meningkatkan kegiatan Survei dan pemberlakuan Nomor Identifikasi Kapal, serta Dokumen Riwayat Kapaldan; dan Bab XI -2 berisi ketentuan-ketentuan baru yaitu dalam untuk meningkatkan Keamanan Maritim (Special Measures to Enhance Maritime Security).

ISPS Code terdiri dari 2 (dua) bagian besar yaitu Bagian A ( Part A), berisi tentang segala ketentuan yang Wajib dilaksanakan (mandatory) oleh Pemerintah, kapal dan/atau perusahaan dan fasilitas pelabuhan,  menyangkut aturan–aturan yang tercantum dalam Bab XI-2 sebagaimana setelah diadakan perobahan dalam Annex Solas 1974 . Sedangkan bagian B (Part B) berisi tentang petunjuk/ pedoman teknis  (guidance) tentang bagaimana pelaksanaan  dari Bab XI-2 dari apa yang tercantum dalam Bagian A.

Terkait Prosedur mendapatkan Sertifikat ISSC-ISPS Code dari BKI di link berikut ini :

Koda ISPS

 

Tentang Biro Klasifikasi Indonesia :

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menjadi badan klasifikasi ke-4 di Asia setelah Jepang, China dan Korea, dan menjadi satu-satunya badan klasifikasi nasional yang bertugas untuk mengklaskan kapal-kapal niaga berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing yang secara reguler beroperasi di perairan Indonesia.

Kegiatan klasifikasi BKI merupakan pengklasifikasian kapal berdasarkan konstruksi lambung, mesin dan listrik kapal dengan tujuan memberikan penilaian teknis atas laik tidaknya kapal tersebut untuk berlayar. Selain itu, BKI juga dipercaya oleh Pemerintah untuk melaksanakan survei dan sertifikasi statutoria atas nama Pemerintah Republik Indonesia, antara lain Load Line, ISM Code dan ISPS Code.

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

ANDRI REZEKI,ST

Corporate Communication 

PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero)

Jl Yos Sudarso Kav.38-40 

Jakarta 14320

Telp. 021-4301017

Fax. 021-43936175

Phone. 0812 97545290

Email : andri.rezeki@bki.co.id